NGAJI KEMANUSIAAN DARI PRIA MISKIN PALING KAYA SEDUNIA
Pria ini membangun ribuan rumah singgah untuk orang-orang terlantar, gelandangan, dan mereka yang membutuhkan. Tak hanya manusia, binatang-binatang jalanan pun dipulasara jangan sampai mati kelaparan dan kedinginan.
Pria ini sejak 60 tahun lalu membangun pelayanan ambulans swadaya terbesar di Pakistan. Yakni dengan memanfaatkan mobil-mobil pick-up menjadi armada ambulan gratis untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat miskin.
Pria ini, bersama istrinya, berkeliling sudut-sudut jalanan kota untuk memungut bayi-bayi yang dibuang. Sejauh ini, sudah ada 35.000 (tiga puluh lima ribu) bayi terlantar yang ia adopsi. Ia juga akan mengurus jenasah-jenasah mereka yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Menampung para janda miskin yang papa, serta mengasuh orang-orang jompo dengan layak.
Pria ini sangat dihormati di negerinya sebab kemuliaan dan rasa kemanusiaannya yang tinggi. Pernah tahun 2014, kantor yayasannya dirampok orang. Tak berapa lama, perampok itu mengembalikan semua uang hasil rampokannya, sebab tersiksa oleh rasa bersalah telah merampok dari orang yang sangat tulus.
Pria ini beserta gerakan sosialnya sudah menyebar di berbagai negara; Australia, Kanada, Uni Emirat Arab, Jepang, Inggris, Amerika, dan banyak lagi. Namun untuk kebutuhan dalam negeri Pakistan, ia hanya menerima sumbangan dari orang-orang di Pakistan sendiri. Ia tak mau menerima sumbangan dari negeri lain dengan prinsip kemandirian. Ia pernah berkata bahwa sebenarnya masyarakat kita adalah masyarakat yang sangat baik, mereka rela memberi dan membantu saudara sebangsa yang membutuhkan. Hanya saja masyarakat diurusi oleh orang-orang yang tidak baik.
Pria ini berkali-kali menyatakan bahwa ‘Tidak ada agama yang lebih tinggi dari kemanusiaan’ sambil membuktikan dengan gerakan nyata. Tidak sekedar retorika. Ketika ada kaum muslim radikal memprotes aksinya menolong orang-orang Kristen dan Hindu dengan ambulannya, pria ini menjawab, “Ambulanku lebih Islam darimu.”
Pria ini selalu terlibat dalam setiap krisis kemanusiaan global yang terjadi. Dengan mengirimkan bantuan medis maupun logistik. Baik ketika wabah kelaparan 1985 maupun Perang Teluk pada 1991. Pada 2006 ia bersama yayasannya menuju Lebanon untuk melayani para pengungsi, katanya, “Aku tak bisa hanya duduk santai sambil menonton kemanusiaan sekarat. Aku tak diciptakan untuk itu. Allah akan selalu menolongku.”
Pria ini, ketika badai Katrina melanda New Orleans, Amerika, pada 2005, menyalurkan donasi tak kurang dari 100.000 dolar untuk para korban. Ketika bencana angin topan melanda warga Bangladesh, ia berhasil mengumpulkan donasi hingga 200.000 dolar untuk mereka. Sambil duduk di kursi roda, pria ini memimpin pawai damai berkilo-kilo meter memprotes serangan Israel di Jalur Gaza.
Pria ini, yang begitu banyak berbuat untuk kemanusiaan, sama sekali tidak nampak lelah. Ia sendiri tinggal di apartemen kecil dengan dua kamar. Pakaiannya hanya dua setel, dan makanan sehari-harinya sekedar roti dan acar. Ketika terpilih sebagai kandidat peraih Nobel Perdamaian, ia hanya berkomentar biasa-biasa sambil mengatakan, “Saya ini hanya seorang faqiir.”
Pria ini adalah Abdul Sattar Edhi (1928-2016), seorang muslim Pakistan yang mengajarkan kepada manusia banyak hal. Bahwa misi kemanusiaan adalah misi utama manusia menjadi khalifah di muka bumi sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.
@santrijagad
SILAKAN DIBAGIKAN SEBANYAK MUNGKIN, SHARE KABAR BAIK, KURANGI HAWA NEGATIF DAN CACI MAKI.
Pria ini membangun ribuan rumah singgah untuk orang-orang terlantar, gelandangan, dan mereka yang membutuhkan. Tak hanya manusia, binatang-binatang jalanan pun dipulasara jangan sampai mati kelaparan dan kedinginan.
Pria ini sejak 60 tahun lalu membangun pelayanan ambulans swadaya terbesar di Pakistan. Yakni dengan memanfaatkan mobil-mobil pick-up menjadi armada ambulan gratis untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat miskin.
Pria ini, bersama istrinya, berkeliling sudut-sudut jalanan kota untuk memungut bayi-bayi yang dibuang. Sejauh ini, sudah ada 35.000 (tiga puluh lima ribu) bayi terlantar yang ia adopsi. Ia juga akan mengurus jenasah-jenasah mereka yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Menampung para janda miskin yang papa, serta mengasuh orang-orang jompo dengan layak.
Pria ini sangat dihormati di negerinya sebab kemuliaan dan rasa kemanusiaannya yang tinggi. Pernah tahun 2014, kantor yayasannya dirampok orang. Tak berapa lama, perampok itu mengembalikan semua uang hasil rampokannya, sebab tersiksa oleh rasa bersalah telah merampok dari orang yang sangat tulus.
Pria ini beserta gerakan sosialnya sudah menyebar di berbagai negara; Australia, Kanada, Uni Emirat Arab, Jepang, Inggris, Amerika, dan banyak lagi. Namun untuk kebutuhan dalam negeri Pakistan, ia hanya menerima sumbangan dari orang-orang di Pakistan sendiri. Ia tak mau menerima sumbangan dari negeri lain dengan prinsip kemandirian. Ia pernah berkata bahwa sebenarnya masyarakat kita adalah masyarakat yang sangat baik, mereka rela memberi dan membantu saudara sebangsa yang membutuhkan. Hanya saja masyarakat diurusi oleh orang-orang yang tidak baik.
Pria ini berkali-kali menyatakan bahwa ‘Tidak ada agama yang lebih tinggi dari kemanusiaan’ sambil membuktikan dengan gerakan nyata. Tidak sekedar retorika. Ketika ada kaum muslim radikal memprotes aksinya menolong orang-orang Kristen dan Hindu dengan ambulannya, pria ini menjawab, “Ambulanku lebih Islam darimu.”
Pria ini selalu terlibat dalam setiap krisis kemanusiaan global yang terjadi. Dengan mengirimkan bantuan medis maupun logistik. Baik ketika wabah kelaparan 1985 maupun Perang Teluk pada 1991. Pada 2006 ia bersama yayasannya menuju Lebanon untuk melayani para pengungsi, katanya, “Aku tak bisa hanya duduk santai sambil menonton kemanusiaan sekarat. Aku tak diciptakan untuk itu. Allah akan selalu menolongku.”
Pria ini, ketika badai Katrina melanda New Orleans, Amerika, pada 2005, menyalurkan donasi tak kurang dari 100.000 dolar untuk para korban. Ketika bencana angin topan melanda warga Bangladesh, ia berhasil mengumpulkan donasi hingga 200.000 dolar untuk mereka. Sambil duduk di kursi roda, pria ini memimpin pawai damai berkilo-kilo meter memprotes serangan Israel di Jalur Gaza.
Pria ini, yang begitu banyak berbuat untuk kemanusiaan, sama sekali tidak nampak lelah. Ia sendiri tinggal di apartemen kecil dengan dua kamar. Pakaiannya hanya dua setel, dan makanan sehari-harinya sekedar roti dan acar. Ketika terpilih sebagai kandidat peraih Nobel Perdamaian, ia hanya berkomentar biasa-biasa sambil mengatakan, “Saya ini hanya seorang faqiir.”
Pria ini adalah Abdul Sattar Edhi (1928-2016), seorang muslim Pakistan yang mengajarkan kepada manusia banyak hal. Bahwa misi kemanusiaan adalah misi utama manusia menjadi khalifah di muka bumi sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.
@santrijagad
SILAKAN DIBAGIKAN SEBANYAK MUNGKIN, SHARE KABAR BAIK, KURANGI HAWA NEGATIF DAN CACI MAKI.
Komentar
Posting Komentar