Image by Hannes
Edinger from Pixabay
sumber cerita dari grup WA, sharing Eyang Astuti
Suatu hari seorang pria melihat wanita lanjut usia
berdiri kebingungan di pinggir jalan. Meskipun hari agak gelap, pria itu dapat
melihat bahwa sang nyonya sedang membutuhkan pertolongan. Maka pria itu
menghentikan mobil di depan mobil Benz wanita tua itu dan keluar
menghampirinya. Mobil Pontiac-nya masih menyala ketika pria itu mendekati sang
nyonya.
Meskipun pria itu tersenyum, sang wanita tua masih
ketakutan. Tak seorangpun berhenti menolongnya selama beberapa jam ini. Apakah
pria ini akan melukainya? Pria itu kelihatan tak baik. Ia kelihatan miskin dan
kelaparan.
Sang pria dapat melihat bahwa wanita itu ketakutan
sementara berdiri kedinginan. Ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu.
Ketakutan membuat sang nyonya tambah kedinginan. Kata pria itu, “Saya di sini
untuk menolong Anda, Nyonya. Masuk ke dalam mobil saja supaya anda merasa
hangat! Ngomong-ngomong, nama saya Bryan Anderson.”
Wah, sebenarnya ia hanya mengalami ban kempes. Namun
bagi wanita lanjut usia seperti dia, kejadian itu cukup buruk. Bryan merangkak
ke bagian bawah sedan, mencari tempat memasang dongkrak. Selama mendongkrak itu
beberapa kali jari-jarinya membentur tanah. Segera ia dapat mengganti ban namun
akibatnya jari dan tangannya terluka.
Ketika pria itu mengencangkan baut-baut roda ban,
wanita tua menurunkan kaca mobilnya dan mencoba mengobrol dengan pria itu. Ia
mengatakan berasal dari St. Louis dan hanya lewat di jalan itu. Ia sangat
berhutang budi atas pertolongan sang pria muda. Bryan hanya tersenyum ketika
menutup bagasi mobil.
Sang nyonya menanyakan berapa yang harus ia bayar
sebagai ungkapan terima kasih.
Berapa pun jumlahnya tidak menjadi masalah bagi
wanita kaya itu. Ia sudah membayangkan semua hal mengerikan yang mungkin
terjadi seandainya pria itu tidak menolongnya.
Bryan tak pernah berpikir mendapat bayaran. Ia
menolong orang lain tanpa pamrih. Ia biasa menolong orang yang dalam kesulitan
dan melakukan karma baik. Banyak orang telah ditolong olehnya pada waktu yang
lalu. Ia biasa menjalani kehidupan seperti itu dan tidak pernah berbuat
sebaliknya.
Pria itu mengatakan kepada sang nyonya bahwa
seandainya ia ingin membalas kebaikannya, pada waktu berikutnya wanita itu
melihat seseorang yang memerlukan bantuan, ia dapat memberi bantuan yang
dibutuhkan pada orang itu lalu Bryan menambahkan, “Dan ingatlah kepada saya.”
Bryan menunggu sampai wanita itu menyalakan mobil
dan berlalu. Hari itu dingin dan membuat orang depresi. Namun Bryan merasa
nyaman ketika ia pulang ke rumah menembus kegelapan senja.
Beberapa kilometer dari tempat itu, sang nyonya
melihat sebuah kafe kecil. Ia turun dari mobil untuk sekedar mencari makanan
kecil dan menghangatkan badan sebelum pulang ke rumah.
Restoran nampak agak kotor. Di luar kafe ada dua
pompa bensin yang sudah tua. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat asing
bagi sang wanita tua.
Sang pelayan mendatangi wanita itu dan membawakan
handuk bersih untuk mengelap rambut wanitanya yang basah. Pelayan itu tersenyum
manis meskipun ia tak dapat menyembunyikan kelelahannya berdiri sepanjang hari.
Sang nyonya melihat bahwa pelayan wanita itu sedang
hamil hampir delapan bulan namun pelayan itu tak membiarkan keadaan dirinya
mempengaruhi pelayanannya kepada para tamu resoran. Wanita lanjut itu heran
bagaimana pelayan yang tidak punya apa-apa ini dapat memberikan pelayanan yang
baik kepada orang asing seperti dirinya. Wanita itu pun ingat kepada Bryan.
Setelah sang wanita menyelesaikan makan, ia membayar
dengan uang kertas $100. Pelayan wanita dengan cepat pergi untuk memberi uang
kembalian. Ketika ia kembali, sayang sekali wanita lanjut itu sudah pergi.
Pelayan itu bingung, kemana perginya wanita itu. Kemudian ia melihat sesuatu
tertulis pada lap di meja. Ada butiran air mata ketika pelayan itu membaca apa
yang ditulis sang wanita tua.
“Engkau tidak berhutang apa-apa kepada saya. Saya
juga pernah ditolong seseorang. Ia menolong saya, berbuat hal sama seperti yang
saya lakukan. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, inilah yang harus
engkau lakukan: ‘Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti padamu.” Di bawah lap
terdapat empat lembar uang kertas $100 lagi.
Masih ada meja-meja yang harus dibersihkn, toples
gula yang harus diisi dan orang-orang yang harus dilayani. Namun pelayan itu
memutuskan untuk melakukannya esok hari saja.
Malam itu, ketika pulang ke rumah dan setelah semua
beres ia naik ke ranjang. Ia memikirkan tentang uang itu dan apa yang telah
ditulis sang wanita tua. Bagaimana wanita baik hati itu tahu tentang berapa
jumlah uang yang ia dan suaminya butuhkan? Dengan kelahiran bayinya bulan
depan, sangat sulit mendapatkan uang yang cukup. Ia tahu betapa suaminya kuatir
tentang keadaan mereka dan ketika suaminya sudah tertidur di sampingnya,
pelayan wanita itu memberi ciuman, berbisik lembut serta pelan, “Segalanya akan
beres. Aku mengasihimu, Bryan Anderson.”
Komentar
Posting Komentar