Saya –seorang netizen yang tidak sebutkan nama- punya cerita
tentang sahabat saya yang berbeda profesi tapi “amalannya” sama dengan saya.
Dia selalu menjaga sholat di awal waktu.
Apa yang terjadi? Dengan menjaga salat
wajib di awal waktu ternyata dia mendapatkan keberkahan yang tidak pernah
terbayang sebelumnya.
Sahabat saya yang satu ini, profesi awalnya adalah sopir
angkot. Setiap hari dia menyupir angkot dengan sistem setoran ke majikan. Setor
karena angkotnya punya orang lain.
Nah suatu hari, majikannya bangkrut, karena semakin mahalnya
harga bensin. Akhirnya sahabat saya ini, katakanlah Udin, jadi tidak punya mata
pencaharian. Karena angkot majikannya sudah dijual.
Karena Udin bukan tipe orang yang gampang putus asa, akhirnya
dia mencari pekerjaan lain. Dipilihlah becak sebagai jalan ikhtiarnya.
Dia tinggal bersama tiga putri dan seorang istrinya di sebuah
rumah kontrakan yang mungkin cuma layak disebut kamar. Tidak ada yang istimewa
dari kehidupan sehari-harinya. Pagi-pagi pergi dari rumah mencari penumpang,
sore pulang. Setiap hari seperti itu.
Namun setelah dicermati, tenyata ada satu hal yang membuat
Udin berbeda dari abang becak lainnya, bahkan dari kebanyakan kita. Udin selalu
menjaga sholat diawal waktu, dan selalu dia lakukan di Masjid.
Dimanapun dia berada selalu menyempatkan bahkan memaksakan
sholat diawal waktu. Setiap mendekati waktu sholat, jika tidak ada penumpang,
dia akan mangkal di tempat yang dekat dengan masjid. Ia mendekati masjid.
Pokoknya dia tidak pernah ketinggalan sholat wajib awal waktu
bahkan selalu berjamaah di masjid. Dan tenyata itu sudah berlangsung lebih dari
dua tahun. Ternyata istri dan ketiga putrinya pun begitu, mereka selalu sholat
diawal waktu, meskipun berada di rumah.
Inilah cerita yang disampaikan Udin.
“Suatu hari saya sedang mangkal di salah satu hotel
berbintang di Bandung. Ada seorang ibu turun dari mobil Merci tiba-tiba
mendekati dan meminta untuk diantar ke salah satu tempat perbelanjaan di kawasan
alun-alun kota Bandung,“ kata Udin.
Ketika si Ibu itu bilang minta dianter memakai becak, saya
malah balik nanya. “Engga salah Bu naik becak ?” kata Udin.
“Engga Bang, jalanan macet, biar mobil disimpen di hotel aja,
sekalian sopir saya istirahat,” jawab si Ibu.
Maka diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan yang dia
minta. Saya pun mengayuh becak masih dalam keadaan kaget. Ketika mendekati
alun-alun Bandung, terdengarlah suara adzan dzuhur dari Masjid Raya Jawa Barat.
“Saya langsung belokkan becak ke pelataran parkir Majid. Si
Ibu pun heran dengan apa yang saya lakukan”, kata Udin.
“Bang kok berhenti disini?” kata si Ibu.
“Iya Bu, udah adzan, Allah udah manggil kita buat sholat.”
“Saya mau sholat dulu. Ibu turun di sini aja, tokonya udah
dekat koq, di belakang masjid ini. Biarin Bu GA USAH BAYAR.”
“Tanggung Bang, lagian saya takut nyasar,” kata si Ibu.
“Kalo Ibu mau saya anter saya sholat dulu, ya, Bu.”
Setelah selesai sholat Udin pun kembali menuju ke becaknya.
Ternyata si Ibu dan asistennya masih nunggu di becak. Diantarlah si Ibu tadi ke
pusat perbelanjaan di belakang Masjid Raya.
“Bang tunggu di sini ya, ntar antar lagi saya ke hotel,” kata
si Ibu.
“Iya Bu, tapi kalo Ibu balik lagi ke becak pas adzan ashar,
ibu tunggu dulu di sini, saya jalan kaki ke masjid.”
Singkat cerita si Ibu kembali ke becak jam 15.30. Kemudian di
becak dia nanya di mana Udin tinggal.
Si Ibu penasaran dengan kebiasaan Udin, demi sholat di awal
waktu berani meninggalkan penumpang di becak, nggak peduli dibayar atau tidak.
“Bang, saya pengen tau rumah abang,” kata si Ibu.
“Waduh emangnya kenapa Bu?” tanya Udin kaget.
“Saya pengen kenal sama keluarga Abang,” kata si Ibu.
“Jangan Bu, rumah saya jauh. Lagian di rumah saya engga ada
apa-apa.”
Si Ibu terus memaksa. Akhirnya setelah menunggu si Ibu sholat
jamak dzuhur dan ashar di hotel, mereka pun pergi menuju rumah Udin.
Tapi kali ini Udin pakai becak, si Ibu mengikuti di
belakangnya pake mobil Merci terbaru.
Setibanya di rumah kontrakan Udin,
si Ibu kaget, karena rumahnya sangat kecil. Tapi kok berani tidak dibayar demi
sholat.
Mungkin karena penasaran si Ibu nanya. “Bang koq berani engga
dibayar?”
“Rezeki itu bukan dr pekerjaan kita Bu, rezeki itu dari
Allah, saya yakin itu. Makanya kalo Allah manggil kita harus dateng.”
“Haiyya ‘Alal Fallaah … kan jelas Bu. Marilah kita menuju
kemenangan, kesejahteraan, kebahagiaan. Saya ikhtiar udah dengan narik becak,
hasilnya gimana Allah. yang penting kitanya takwa ke Allah. Iya kan Bu?” kata
Udin.
“Saya yakin janji Allah di QS Al-Baqarah ayat tiga,” kata
Udin. Si Ibu pun terdiam sambil meneteskan air mata.
Setelah dikenalkan dan ngorol dengan keluarga Udin si Ibu pun
pamit. Sambil meminta Udin mengantarkannya kembali minggu depan.
“Insya Allah saya siap Bu,” kata Udin. Si Ibu pun pamit
sambil memberi ongkos becak ke istrinya Udin.
Setelah si Ibu pergi ongkos becak
yang dimasukan ke dalam amplop dibuka oleh Udin. Ternyata isinya satu juta
rupiah. Udin dan keluarganya pun kaget dan bersyukur atas apa yang telah Allah
berikan melewati si Ibu tadi.
Seminggu kemudian Udin mendatangi hotel tempat si Ibu.
Setelah bertanya ke satpam, Udin tidak diperbolehkan masuk. Satpam tidak
percaya ada tamu hotel bintang lima janjian sama seorang tukang becak. Udin ga
maksa, dia kembali ke becaknya.
Nah, itu pula yang sering kita lakukan, seringkali kita
melihat orang dari penampilannya. Padahal Allah tidak melihat pangkat, jabatan,
pekerjaan, harta, warna kulit kita. Allah hanya melihat ketakwaan kita.
Karena penasaran Udin ga
masuk-masuk ke lobi hotel. Akhirnya si Ibu keluar, dan melihat Udin sedang
tertidur di becaknya.
“Bang, kenapa engga masuk?” tanya si Ibu sambil membangunkan
Udin.
“Ga boleh sama satpam Bu,” jawab Udin.
“Bang, kan kemaren abang yang ngajak saya jalan-jalan pake
becak. Sekarang giliran saya ngajak abang jalan-jalan pake mobil saya,” kata si
Ibu.
“Lah, Ibu ini gimana sih, katanya mau saya anter ke toko
lagi,” kata Udin.
“Iya mau dianter tapi bukan ke toko Bang,” kata si Ibu di
awal waktu.
Setelah diajak naik mobil Mercinya si Ibu, Udin pun
menolaknya, karena dia merasa kebingungan.
“Mau dibawa kemana saya Bu ?”
“Udah saya pake becak saya aja, ngikut di belakang mobil Ibu.
Engga pantes saya naik mobil sebagus itu,” kata Udin. “Lagian becak saya
mau ditaro dimana?”
Namun setelah dibujuk oleh sopir dan asisten si Ibu, Udin pun
mau ikut naik mobil. Becaknya dititip di parkiran belakang hotel.
Berangkatlah mereka dari hotel. Masih dengan rasa penasaran
Udin pun bertanya, “Mau kemana sih Bu?”
Di salah satu kantor Bank Syariah, mereka pun berhenti.
“Bang, pinjem KTP nya ya”, kata asisten si Ibu.
“Waduh apalagi nih?” pikir Udin.
“Buat apa Neng? Koq saya diajakin ke Bank, trus KTP buat
apa?”, kata Udin heran.
Akhirnya asisten si Ibu menjelaskan, bahwa ketika minggu lalu
mereka diantar Udin belanja, si Ibu mendapatkan sebuah pelajaran. Pelajaran
hidup yang sangat mendalam. Di mana seorang abang becak dengan kehidupan yang
pas-pasan tapi begitu percaya kepada janji Allah.
Sementara si Ibu yang merupakan seorang pengusaha besar dan
suaminya pun pengusaha, selama ini kadang ragu pada janji Allah. Seringkali,
akibat kesibukan mengurus usaha, belanja, meeting dll, dia menunda-nunda
sholat. Bahkan tidak jarang lupa sholat.
“Nah sejak minggu lalu setelah pulang dari Bandung, Ibu mulai
merubah kebiasaannya. Dia selalu berusaha sholat awal waktu”, kata asisten.
Saat pulang ke Jakarta, suaminya pun heran dengan perubahan
si Ibu. Padahal dia juga punya kebiasaan yang sama dengan istrinya. Setelah
diceritakan asal mula perubahan itu, suaminya pun menyadari, bahwa selama ini
mereka salah. Terlalu mengejar dunia. Oleh karena itu Ibu dan suaminya ingin
menghadiahi abang Udin untuk berangkat haji. Mendengar akan DIBERANGKATKAN
IBADAH HAJI, Udin pun kaget campur bingung.
Dengan spontan Udin MENOLAK hadiah itu. “Engga mau Neng, saya
engga mau berangkat haji dulu. Meskipun itu doa saya tiap hari.”
“Loh koq engga mau Bang?” kata asisten kaget.
“Apa kata tetangga dan sodara-sodara saya nanti Neng, saat
saya pulang berhaji. Koq ke haji bisa tapi masih ngebecak?”
“Memang berangkat haji adalah cita-cita saya. Tapi nanti
setelah saya mendapatkan pekerjaan selain narik becak Neng.”
Akhirnya asisten berdiskusi dengan si Ibu. Sambil menunggu
mereka diskusi. Udin pun tidak henti-hentinya bertanya pada Allah.
“Ya Allah pertanda apakah ini?” kata Udin.
Tidak lama si Ibu menghampiri Udin dan bertanya “Bang, kan Abang
bisa bawa mobil, bagaimana kalau menjadi supir di perusahaan saya di Jakarta?”
“Waduh … Jakarta ya, Bu? Ntar, keluarga saya gimana di sini.
Anak-anak masih butuh bimbingan saya. Apalagi semuanya perempuan. Kayaknya
engga deh Bu. Biar saya pulang aja deh. Insya Allah kalau Allah ridho lain kali
pasti saya diundang untuk berhaji.”
Akhirnya si Ibu membujuk Udin untuk mendaftar haji dulu. Berangkatnya
mau kapan terserah, yang penting dia menjalankan amanat suaminya. Kemudian si
Ibu menelpon suaminya, menjelaskan kondisi yang ada mengenai Udin. Setelah
selesai mendaftar haji di bank, kemudian mereka pergi menuju sebuah dealer
mobil.
“Kok masuk ke dealer mobil, Bu? Ibu mau beli mobil lagi?
Mobil ini kurang gimana bagusnya?” kata Udin bingung. Sambil tersenyum si Ibu
meminta Udin menunggu di mobil. Dia pun turun bersama asistennya. Selang
setengah jam, si Ibu kembali ke mobil sambil membawa kuitansi pembayaran tanda
jadi mobil.
“Nih bang, barusan saya sudah membayar tanda jadi pembelian
mobil angkutan umum, pelunasannya nanti kalau trayek sudah diurus.”
“Mobil angkutan umum ini buat Bang Udin, hadiah dari suami
saya,” kata si Ibu.
“Jadi sambil menunggu keberangkatan abang ke haji tahun
depan, abang bisa menabung dengan usaha dari mobil angkutan milik sendiri.”
Sambil meneteskan air mata tidak henti-hentinya Udin mengucap
syukur kepada Allah.
“Ini bukan dari saya dan suami saya, ini dari Allah melalui
perantaraan saya,” kata si Ibu.
“Hadiah karena abang selalu menjaga sholat di awal waktu. Dan
itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya dan suami.”
“Mudah-mudahan kita semua bisa istiqomah menjaga sholat awal
waktu, ya, bang,” kata si Ibu.
Akhirnya mereka pun kembali ke hotel, namun sebelumnya mampir
di masjid untuk sholat dzuhur berjamaah. Setelah sholat dzuhur kemudian makan
siang, mereka pun berpisah. Udin pulang ke rumah dengan becaknya. Si Ibu
langsung ke Jakarta.
Setelah itu kehidupan Udin semakin
membaik. Dia sudah memiliki rumah sendiri, walapun nyicil. Yang tadinya dia
seorang supir angkot dan abang becak, sekarang dia jadi pemilik angkot dan
sudah berhaji.
Alhamdulillah sampai saat ini Udin masih terus menjaga sholat
awal waktu, malah semakin yakin dengan janji Allah. Cerita ini merupakan KISAH
NYATA, meskipun ada beberapa penambahan dan pengurangan dalam penuturannya.
Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, dan menjadikan
kita semakin yakin dengan janji Allah. (Arrahmah.com)
See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/07/01/kisah-nyata-keajaiban-sholat-tepat-di-awal-waktu.html#sthash.xie4UrYI.dpuf
Dicopy paste oleh bening dari www.tribunkaltim.co
dengan prolog sebagai berikut:
02 Juli 2015 17:39
TRIBUNKALTIM.CO - Hidup selalu berwarna, tantangan dan bahagia
membuatnya tak serupa. Namun, jika shalat dijaga, hasilnya ternyata tak
berbeda, yaitu barokah dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Inilah kutipan sebuah kisah nyata penuh ibrah di Ramadhan
1436 Hijriyah ini, sebagaimana dilansir Arrahmah.com. Kisah sarat hikmah ini
disampaikan seorang netizen, yang tidak menyebutkan namanya, dari Facebook pada
Rabu (1/7/2015) dengan Editor: Kholish © 2019 All Right Reserved.
TRIBUNnews.com.
Sumber foto: https://pixabay.com/photos/kid-praying-muslim-islam-faith-1077793/,
https://pixabay.com/users/chidioc-1734570/
Komentar
Posting Komentar